Eko dan Anak-anak Papua |
“Aku membayangkan Distrik Bioga Tanah Papua ini, seperti kondisi kampungku dua puluh tahun lalu,
masih sangat jelas di ingatanku, saat malam tiba, gelap gulita menelan desaku,
sepi senyap terasing dari kota, tak ada penerangan dari PLN, jalan menuju
kampungku kala itu masih kupak kapik tanpa di sentuh pembangunan, di Distrik Bioga Tanah Papua
ini, aku kenang kembali masa-masa itu, aku dapat merasakan rindunya masyarakat
Papua di sentuh pembangunan” kata sahabtku membuka cerita kami dari sambungal
telpon malam itu.
Namanya
Eko Pasaribu, sahabat seperjuangku saat menimba ilmu di salah satu Universitas
Kristen di Kota Medan, perawakanya gembuk membuntal, saat masih berkuliah
bersama kami sering menyebutna Ronggot, Baim, tapi kala itu dia lebih di suka
di panggil Papa Brayen, entah kenapa dia lebih suka di panggil dengan nama itu,
walau aku sahabat kompakya kala itu, tapi tidak pernah menceritakan alasan tentang nama panggilan kesukaanya itu.
Pesawat Menjadi Alat Trasportasi |
Masih sangat jelas di ingatanku, saat akhir
bulan tiba dan kondisi keuangan menipis, kita berbagi nasi bungkus bersama,
berusaha aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa dan tak absen di acara-acara yang di
selenggarakan di kampus dengan harapan bisa mendapat makan gratis kala itu. Kita
aktif membuka jaringan pertemanan lintas fakultas dan jurusan untuk mencari
jurusan dan fakultas mana saja yang dalam waktu dekat akan membuat kegiatan.
Eko
juga pernah menjadi penghuni ‘gelap’ di kantor Himpunan, kala itu keuangan
sangat sulit, karna keterbatasan biaya untuk membayar uang kos, ia putuskan
untuk tinggal di kampus dan menggunakan kantor himpunan menjadi kos, setiap
malam harus berhadapan dengan satpam kampus dan pihak rektorat karna saat malam
tiba mahasiswa hanya bisa berada dan berkegiatan di kampusa sampai batas jam sembilan
malam, selebihnya berlaku jam malam saat itu.
Anak-anak Papua |
Aku
banyak belajar dari dia, idialis yang tinggi, kejujuran, bertanggung jawab
menjadi bagian yang sangat aku salut darinya, saat-saat berjung sendiri
menyelesakian studi eko di tempa menjadi lebih dewasa, belajar dari kesalahan
katayanya, karna kala itu satu angkatan lainya sudah duluan menyelesaikan studi
sehingga Eko tinggal sendiri menyelesaikan perkuliahan.
Saat
di awal bangku kuliah kita pernah bercerita bersama, nanati setelah selesai
kuliah akan berangkat merantau ke mana, cita-ciatanya adalah berangkat ketanah
papua, tanpa memberi alasan kenapa harus ke tanah Papua kala itu.
Akhir
bulan lalu, setelah sekian lama tidak berjuma dan berkomunikasi, akhirnya kita bisa bercerita bersama lagi,
walaupun melalui telpon. Ternyata papa Brayen sedang berada di Jakarta untuk
melanjutkan perjalan menuju tanah Papua, tanah yang di impikanya sejak bangku
kuliah. Perjalan kali ini rupanya adalah melanjutkan misinya di sana, karna
satu tahun sudah dia bekerja di sana, ikut dalam pembangunan jalan Trans Papua.
Tawa dan Senyum Mereka Menjadi Penyemangat Bagi Eko |
“
Meraka yang tujuan utamanya ke Distrik Bioga Tanah Papua ini mencari kerja dan
mendapatkan uang saja, tidak akan betah lama tinggal di lokasi kerja ku ini,
karna berada di pegunungan dan hutan, ditambah lagi suhu yang sangat extrim dan
medan kerja yang sulit, mereka yang mendapat panggilan jiwa untuk membangun Papua
lah yang akan bertahan” tuturnya.
“ Jangan berharap mendapatkan jaringan
internet, karna untuk mendapatkan sinyal HP saja harus mencari lokasi yang
tinggi dan saat cuaca bagus baru bisa didapat, untuk makan harus siap melahap
menu ala kadarnya” tambah Eko bercerita.
Semua
logistik makanan dan keperluan kerja harus di angkut dengan pewat terbang ke
desa dimana Eko bekerja, karna cuma itu trasportasi cepat yang bisa di gunakan,
jadi jangan heran kalau herga-harga bahan pokok dan keperluan lainya mahal. Tak
semua transaksi jual beli menggunakan uang, sistem barter masih di pakai di
sana untuk memenuhi kebutuhan.
Eko Berama Penduduk |
Walaupun
jauah dari keluarga, dan saat-saat rindu itu tiba, bisa terobati saat melihat
wajah mama yang terenyum dan adik-adik, anak-anak papua yang berlarian lincah
di atas jalan yang sedang kami kerjakan menjadi obat rindu yang jauh disana.
Pemandangan
alam Distrik Bioga Tanah Papua yang indah, udara pegunungan yang sejuk serta
pepohonan besar yang menjulang tinggi kelangit, suangai-sungai yang mengalir
jernih serta balutan embun pagi saat menutupi hutan menjadi hiburan yang luar
biasa, memang sungguh indah tanah ini, terbisik dalam senyum Eko.
“
Banyak hal ingin kulakukan di sini, semoga Tuhan memberi jalan atas semua
mimpiku di tanah Papua yang ku cinta ini” tutur Eko menutup cerita kami malam
itu
0 comments:
Post a Comment