Kru
Pandan di Hutan Bambu Jalur Lima Empat |
Gunung Sibayak bagi kalangan pecinta alam
dan yang suka bertraveling mungkin tak asing lagi. Setiap
akhir pekan dan saat hari libur tiba ada
puluhan bahkan ratusan orang mendaki gunung yang terletak di dataran tinggi
karo ini. Para pendaki biasanya memilih trek pendakian dari Berastagi atau sering disebut
posko Jaranguda.
Dari posko pendakian ini, trek yang akan dilalui para pendaki lebih mudah dan cepat, selain itu untuk menuju gunung sibayak dari jalur pendakian yang satu ini para pendaki juga bisa menggunakan jasa angkutan umum menuju pertengahan gunung karna jalan dari jalur pendakian ini sudah di aspal oleh pemerintah setempat, selain menggunakan angkutan umum para pendaki juga dapat menggunakan sepeda motor.
Dengan menggunakan sepeda motor pendaki bisa mengendarainya sampai
pertengahan gunung, pendaki
hanya membutuhkan waktu sekitar satu
jam untuk dapat sampai di peuncak G.Sibayak.
Biasanya para pendaki yang memilih jalur ini hanya membutuhkan waktu satu setengah jam dari kota berastagi untuk dapat sampai di puncak sibayak dan tantangan yang akan di lalui terkesan tidak ada karna trek yang sudah di tata dengan baik.
Untuk menuju puncak G. Sibayak ada sekitar
empat jalaur pendakian yang dapat dipilih para pendaki, kempat jalaur pendakian
ini memiliki trek dan kesulitan yang berbeda pula. Ke empat jalaur pendakian itu
adalah: Melalui Berastagi atau bisanya orang menyebutnya dari posko desa
jaranguda, dari desa Raja Bernah, dari Jalur 54/Penatapan/ Bakaran Jagung dan
yang terakhir dari
Bumi Perkemahan Sibolangait.
Pada akhir bulan Maret lalu tepatnya pada 28 Maret 2015 pandan menyapa sibayak lagi, kalau sebelumnya kita medaki dari Berastagi, kali ini kita mencoba mendaki dari jalur 58 penatapan atau sering juga di sebut dari jalaur bakaran jagung.
Mempersiapkan Perlengkapan Sebelum Berjalan Membelah Hutan |
Sore itu sekitar pukul jam empat sore, hujan
gerimis dan kabut tebal menyelimuti hutan yang berada di sekitaran penatapan.
Udara dingin dan embusan angin khas pegunungan karo yang dingin tak
menyurutjkan niat kami untuk membelah hutan desa
doulu sore itu.
Awalnya kami kebingungan untuk mencari pintu rimba dari jalur lima empat ini, dikarnakan tidak adanya penanda jalur pendakian atau pun penanda Pintu Rimba, informasi yang kami dapat dari teman-teman yang sering melalui jalur lima empat ini bahwa terdapat bak air di sekitaran Pintu Rimba.
Tek berselang berapa lama bak air tersebut kami jumpai, di sudut bak air terdapat jalan setapak yang merupakan Pintu Rimba. Dari sana kami mulai melangkah menuju hutan bambu yang lebat. Trek awal yang dilalui cukup mengkuras tenaga karna terjal dan licin
Udara dingin yang kami rasakan sebelumnya tak terasa lagi, tetesan keringat mulai membsahi kulit dan baju yang kami pakai, napas ini juga tak mau kalah berlomba-lomba keluar dari hidung dan mulut. Yah trek awal dari jalur lima empat ini memang menguras setamina
Beristirahat Sejenak Sebari Mengumpulkan Tenaga |
Setelah berjalan melewati hutan bambu, maka
kita akan melewati beberapa pohon tumbang yang menutupi jalan, sehingga kita
harus tiarap di bawah antara cabang-cabang pepohonan kayu yang tumbang, sesekali
carrier yang kami bawa tersangkut di dahan pohon sehingga di
butuhkan tenaga yang extera dan kekompakan untuk dapat melalui pohon tersebut.
Hutan yang kita lewati dari jalaur lima empat ini memang masih terjaga, terlihat dari humus yang masih tebal dan burung-burung hutan yang masih banyak berterbangan diantara pepohonan.
Waktu menunjukkan jam delapan malam, hujan gerimis yang tadi sempat terhenti mulai turun lagi membuat jalan yang kami lalui semakin sulit karna becek dan licin. Untuk para pendaki yang melalui jalur pendakian ini harus terus berhati-hati karna terkadang kita juga harus berjalan di tebing yang curam dan di sebelah kiri tebing tersebut ada jurang yang menganga yang siap setiap saat memangsa.
Sesekali langkah kaki ini terhenti untuk mengamati jamur-jamur yang tumbuh di atas kayu lapuk yang berada di pinggiran jalan setapak yang kami lalui, tidak hanya itu saja pada malam hari binatang-binatang hutan juga kami jumpai, seperti kaki seribu, lipan dan kodok hutan yang ukuranya lumayan besar.
Jamur yang Bisa Kita Jumpai Sepanjang Perjalan |
Hujan semakin lebat, jarak pandang pun
semakin dekat karna kabut tebal mulai menutupi hutan malam itu, kami harus
extera berhati-hati dan saling menjaga kekompakan.
Semakin jauh memasuki hutan maka semakin banyak pula jenis binatang penghuni
hutan yang kami jumpai.
Kodok yang Bisa Kita Jumpai Sepanjang Perjalan |
Waktu semakin malam, diantara gelap malam dan
tetesan air hujan tampak beberapa cahaya kunang-kungan yang beterbangan di
antara pepohonan kayu yang besar, sesekali juga terdengar aungan binatang hutan
jauh di dalam hutan membuat suasana perjalanan malam itu semakin seru. Sesekali untuk memecah
keheningan malam kami coba membuat lelucon yang mengundang tawa antar
teman-teman sehingga rasa letih malam itu seakan tak terasa.
Semakin jauh berjalan maka trek yang dilalui pun semakain menanjak, berbatu dan sempit, ternanya untuk menunju G. Sibayak dari jalur lima empat ini kita seperti berjalan di dalam parit besar atau seperti jalur air saat penghujan.
Beristirahat
Sejenak |
Bau belerang yang menyengat semakin terasa, menandakan bahwa sibayak
sudah mulai dekat. Semakin ketas berjalan maka diameter pepohonan yang kami
amati semakin kecil dan terlihat seperti pohoin bonsai saja.
Cahaya senter dari atas puncak sibayak sudah mulai terlihat meandakan kami hamper sampai di siabayak, sesekali dari caya di atas puncak sibayak terdengar teriakan pendaki lainya seperti melihat kehadiran kami.
Gunung Sibayak, akhirnya samapai juga ucap teman kami yang sedari tadi sedikit menggerutu karna kelelahan berjalan. Sebari tersenyum dia memperhatikan sekililing tempatnya duduk sembil berkata” Luar bisa malam ini” tuturnya.
Malam itu kami putuskan untuk mendirikan tenda di atas puncak tapal kuda yang terletak di sebelah barat pilar sibayak. Berlahan kami langkahkan lagi kaki berjalan diantara bebatuan dan tebing yang curam.
Setelah samapi di tapal kuda kami pun mencari tempat yang seterategis untuk mendirikan tenda, akhirnya kami memilih mendirikan tenda di anatara bebatuan cadas supaya walau angin kencang tetap terlindung.
Jam menunjukkan jam sebelas malam, tenda sudah berdiri, saatnya mempersiapkan santapan malam, dengan menu khas dan praktis yaitu indomie rebus di tambah dengan beberap butir telur. Menu yang sederhan tapi terasa luar bisa saat menikmati makan malam sambil memperhatikan lampu kota berastagi yang tampak seperti berlian yang berkilau.
Untuk menghabiskan malam itu kami putuskan untuk memasak kopi panas agar udara dingin sibayak bisa terhusir dengan segelas kopi. Malam itu kami memang sangat beruntung karna langit begitu cerah, bulan pun tampak bersinar terang sehingga mata kita dengan leluasa dapat menikmati indahnya sibayak pada malam hari.
Tak terasa malam semakin larut, angin pun semakin kencang membuat malam itu semakin dingin, setelah kopi panas habis di serudup kami putuskan malam itu untuk bersitirahat karna besok pagi masih banyak yang ingin kami lakukan di puncak sibayak.
Sesekali kami terbangun kerna langkah kaki pendaki lainya yang melintas dari samping tenda yang kami dirikan, suara terikan dan saling memanggil pun jelas terdengar membuat kami tersentak dari tidur, berlahan aku menoleh jam tanganku, ternayata pagi sudah datang.
Mentari Pagi Mulai Terlihat, Menambah Indahnya Pagi Itu |
Kami pun bangun untuk
bergegas keluar dari dalam tenda. Tapi sayang pagi itu memang para pendaki
kurang beruntung karna gunung sibayak tertutup kabut, sehingga mentari pagi tak
terlihat, tapi sekitar pukul jam sepuluh pagi mentari mulai terlihat. menyapa kami dengan ramah, cahayanya seakan membawa damai dan kesejukan pagi itu.
Mempersiapakan Menu Sarapan Pagi di Depan Tenda |
Pagi itu kami putusakan
membuat api unggun sebari memasak menu sarapan pagi. Rencananya hari itu
setelah sarapan kami langsung turun puncak sibayak dari jalur raja bernah atau
orang lain sering sebut jalur air panas.
Setelah selesai sarapan kami langsung memberesakan tenda dan perlengkapan lain yang kami bawa. Setelah selesai kami pun tidak menunggu lama lagi langsung memacu langkah kaki untuk menuruni puncak sibayak.
MENURUNI TREK RAJA BERNAH/AIR PANAS
Bau belerang yang sangat menyengat,
curam, juarang yang menganga siap menelan siapa saja yang jatuh kedalamnya. Ya begitulah
trek yang akan kita lalui saat memilih untuk turun dari jalu air panas ini.
Trek Menurun dan Berjalan Diantara Tebing yang Curam |
Selain kita akan berjalan
di pinggir tebing yang curam kita juga harus sangat berhati-hati karna jalan
yang licin dan juga berbatu. Tapi tenang saja. Walaupun terknya sangat eksterim
tapi pemandangan dari jalur ini sangat indah sekali.
Hutan Perdu |
Setelah melalui tebing
yang curam dan juga berbatu, kita juga akan melewati hutan perdu dan jalan
semakin menyempit untuk menuruni hutan perdu ini sesekali kita juga harus
berpegangan dahan-dahan kayu yang berada di kanan dan kiri jalan untuk
memperkuat pijakan kaki dan mensetabilkan badan kita.
Setelah satu jam setengah menuruni gunung sibayak maka kita akan melewati hutan bambu yang lebat. Saat berjalan di antara rumpun bambu ini udara semakin sejuk dan dingin.
Hutan Bambu |
Catatan:
Kisaran Biaya yang
dibutuhkan Menuju G. Sibayak, Kab, Karo dari jalur 54
1. Dari Medan Menuju Penatapan ( Bus SUTRA, Sinabung
Jaya, Borneo) Rp. 8.000
2. Dari air panas ke simpang doulu Rp. 5.000
Selamat ber Adventure
0 comments:
Post a Comment