wisata

PARA PENCARI KEBERUNTUNGAN DI PEMANDIAN PUTRI HIJAU DELI TUA



Bakaran Kemenyan yang Terdapat di Mimbar
Jalan setapak, licin dan becek mengantarkan langkah kaki kami diantara pepohonan yang rimbun dan rumpun bambu yang lebat membentuk formasi rindang nan-teduh, tepat di bawahnya terdapat mata air yang jernih dan tak pernah kering sepanjang waktu. Suasana mistis langsung terasa bersamaan dengan bau kemenyan yang tercium menyengat saat sampai di ujung jalan setapak itu, potongan jeruk purut serta bermacam jenis bunga tampak berserakan diantara aliran air yang membentuk sungai kecil. Sisa bakaran dupa tampak tertancap di gundukan tanah dan sebagian wadah yang tak jauh dari mata air. 

Di bibir mata air dibuat tembok permanen dengan cat hijau menambah sejuk suasana, tingginya kira-kira satu setengah meter untuk menampung puluhan liter air yang terus menyembur antara celah.Tiga bilah pipa besi terpaku diantara dinding penyekat tembok, air jernih nan-bening terus mengucur dari sana. 

Tepat di bawah pipa Kristian, kira-kira umurnya sekitar tujuh tahun tampak senang bermain air. Badannya yang bulat dihempaskannya diatas keramik biru yang menutupi lantai di bawah pancuran. Sesekali ember cat yang diletakkanya di bawah pancuran digunakan untuk membasuh badan buntelnya, mulutnya menganga pertanda dia senang bermain air.
Setiap Pelancong yang datang ke Pemandian Putri Hijau biasanya Menyempatkan Mandi di Pancuran Gading
Bibirnya tampak pucat, suara geritan giginya jelas terdengar, jemari mungilnya tampak keriput pucat serta nada bicaranya tak lagi terdengar jelas karena menahan rasa dingin, tapi anak kecil ini tampak enggan keluar dari pancuran. 

Tak jauh dari pancuran, tempat anak tadi bermain air, jaraknya sekitar lima meter saja, terdapat bangunan semi permenen yang keseluruhan bangunan dibalut dengan cat warna hijau juga, lantainya kramik, atapnya dari seng dan tiang-tiangnya dari kayu keras. Beberapa laki-laki paruh baya tampak duduk bersila membentuk lingkaran di sana.

Dari lingkaran itu satu orang tampak duduk menjorok kedalam diantara yang lainnya. Badannya agak kurus, diantara jemarinya tampak beberapa cincin kuningan bermatakan batu akik, begitu juga dengan pergelangan tanganya juga tampak gelang-gelang tak jelas terbuat dari apa. Tepat di depannya sebuah wadah tembikar berisi bara api, dan sebilah pisau Tumbuk lada (pisau khas karo). Sesekali bara api ditebarinya dengan butiran kemenyan dengan bersamaan bibirnya komat-kamit seperti membacakan doa.
Pelancong yang sedang Berdoa di Depan Mimbar

Aku tak lantas mendekat, takut mereka terganggu. Kuputuskan untuk duduk di salah satu sudut di dekat mata air dan diam-diam kumati lelaki tadi. Saat sedang asik dalam pengamatanku, anak yang berbadan buntal tadi merayuku untuk bermain air bersama. “Abang foto-foto aja pun, ayo mandi sini bang sama Tian,” ajaknya sebari mencipratkan air kearahku, tapi kubalas dengan senyum kecil saja kepadanya, karena memang tak bawa pakaian ganti.

Tak lama, lelaki berperawakan kurus tadi berjalan, digengamnya beberapa jeruk purut kesalah satu sudut bangunan tempatnya duduk tadi. Memang di salah satu sudut terdapat bangunan kecil yang agak menjendul keluar, lantainya lebih tinggi, ukurannya sekitar dua kali dua meter saja dan di dalamnya terdapat seperti mimbar, di atas lantainya terdapat beberapa sesajen yang ditata rapi  dan ditutup dengan tirai.

Di atas mimbar lelaki itu mulai lagi membakar kemenyan, asapnya mengepul keluar dari bangunan kecil itu. Dia masih berdiam. Mengasapi jeruk. Aura mistis semakin kuat terasa, membuat bulu kuduk merinding. 

Taklama berselang, dibawanya jeruk itu keluar. Diberikanya ke salah satu lelaki yang duduk bersamanya. “Ini, potong jeruknya membentuk lingkaran tanpa putus, siap itu aduk dengan bunga tujuh warna yang kau bawa tadi, langsung mandikan di pancuran. Nanti air pancuranya di bawa pulang, baru besok siram di depan tempat usahamu” ucapnya sebari menyalakan rokok yang ada di antara jemarinya.
Kondisi di Pemandian Putri Hijau
Oh..!!! sudah siap pikirku, kudekati lelaki yang berperawakan kurus tadi, rencanaya mau tanya-tanya, tapi dia agak enggan melandeni ku, mungkin agak tergangu dengan suara jepretan kamera yang dari tadi kusorotkan kearahnya. Beberapa pertanyaan tak lantas dijawabnya, dia lebih memilih bercerita dengan orang lain yang ada di dalam bangunan itu. 

Tak jauh dari sana, ada bangunan lain yang sepertinya dihuni oleh sebuah keluarga yang juga digunakan sebagai warung menjual beberapa jajanan anak-anak. Kulangkahkan kaki kesana mana tahu bisa tanya-tanya ke empunya warung.

Nasib baik masih berpihak bisikku dalam hati, di depan warung duduk seorang bapak yang sibuk mengisap rokok keretek, sambil sesekali di selinginya menyeruput kopi hitam yang terhidang didepannya. Sambutan hangat mulai terasa, saat bapak berkumis itu mulai menyapa, “duduk-duduk, minum kopi nak,” tawarnya kepada kami.

Bapak Ginting, begitu ia mau dipanggil. Sehari-hari bapak berumur lebih dari setengah abad memang berada di dekat mata air tadi, karena ada beberapa petak kolam ikan miliknya tak jauh dari warung, selain itu ia juga beternak ayam dan berladang disana.

“Ini namanya pancur Gading, sering juga dibilang Pemandian Putri Hijau, kalau hari libur banyak orang datang ke sini, ada yang sekedar mandi saja, ada yang ziarah,” jelasnya sambil menebar senyum. “Tujuanya juga bermacam-macam orang ke sini, ada yang berdoa minta jodoh, rezeki, kesembuhan, macam lah, ada juga yang bawa airnya pulang,” tambahnya.

Menurut cerita yang didapatnya, mata air tersebut merupakan pemandian putri hijau yang merupakan putri Kerajaan Haru. Setiap mandi akan memancarkan warna hijau dan kecantikannya sangat tersohor, sehingga dimata air tersebuat semua bangunan yang di buat bercat warna hijau.

Banyak para pelancong yang datang ke sana, sehingga pemandian tersebut dijadikan tempat wisata cagar budaya, tak hanya wisatawan lokal, wisatawan manca negara juga sering datang kesana. “Kadang ada juga mahasiswa datang, mempelajari situs cagar budaya ini, biasanya mereka datang rombongan bersama dosennya” jelasnya.

Orang-orang yang datang kesana berburu cerita dan sejarah pemandian itu, karena sangat erat hubunganya dengan Kerajaan Haru yang menurut beberapa sumber lokasi Kerajaan Haru dulu tak jauh dari mata air tersebut. Selain itu perpaduan persawahan, kolam-kolam ikan dan pemandangan yang asri serta udara yang segar membuat para pelancong betah berlama-lama di lokasi tersebut.
Buang yang biasanya di bawa oleh para Penjarah
Selain tak ada pungutan biaya masuk ke lokasi cagar budaya ini, dan  jarak tempuhnya dari kota medan juga sekitar tiga puluh menit, banyak yang memilih lokasi ini menjadi salah satu tujuan wisata alternatif sambil melakukan ziarah dan berdoa meminta keinginnya. Hanya ada 2 kotak putih yang berisi uang kebersihan seikhlasnya dari para pengunjung.

Untuk menuju tempat ini, bisa melaui jalan titi kuning/Asrama Haji arah ke Namorambe lalu masuk ke perumahan Perumnas Putri Deli atau bisa juga dari Pekan Deli Tua turun arah pancur gading kemudian naik lagi lewat jembatan beton. Tepat di samping jembatan terdapat jalan setapak di pinggir sungai menuju lokasi cagar Budaya Pemandian Putri Hijau. Selamat Berwisata dan jangan lupa buanglah sampah pada tempatnya. Lestari!


About pandan adventure

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.