Sosok

GELISAH KARNA UANG KUNO


Saparudin Barus yang Merupakan Kepala Museum Uang Sumatera
Disana, di dalam Gedung Juang 45 Medan yang penuh dengan sejarah, Saparudin Barus sudah lebih dari setahun ini bermarkas, berjuang mengemban misi menjalankan roda pengembangan Museum Uang Sumatera yang di nahkodainya. 

Postur tubuh tegap, potongan rambut pendek dan pembawaan sikap yang tenang, tampak dari sorang pria yang berdiri sembari menyendengkan kedua tangan berototnya di atas meja kaca, ia merupakan penggagas dari Museum Uang Sumatera. 

Siang itu dia tampak sibuk memberi pengarahan kepada beberapa lelaki yang duduk berbaris di kursi kayu yang ada di lantai dua Gedung Juang 45, ternyata mereka adalah sekelompok mahasiswa salah satu kampus negeri yang ada di Medan, yang sedang melakukan penelitian tugas akhir di museum yang dikepalainya. 

Wah...!!!, ini kesempatan emas untuk mengorek informasi darinya mengenai museum pikirku, tapi rasa enggan dan ragu mulai muncul untuk menyambanginya, karena ia tampak serius berdiskusi, meski sesekali pandangan matanya tercuri ke ponsel pintar miliknya. 
Saparudin Barus diantara Benda-benda Koleksi MUS
Walau jarak tempatku berdiri hanya beberapa meter saja, tapi kaki terasa berat melangkah kearahnya. Agar tak tampak kikuk, kuputuskan mengamati beberapa koleksi mata uang yang ada di depanku, sambil melayangkan pertanyaan sederhana kepada salah seorang pemandu museum yang sejak awal masuk sudah mengajakku tour keliling museum, agar ada modal tanya-tanya nanti pikirku sambil mengumpulkan keberanian. 

Dari tempatku berada, terus ku lempar pandangan diam kearahnya, membaca situasi dan momen yang pas untuk menghimpun sejarah museum darinya. Nah tak berselang lama tampak beberapa mahasiswa yang sebelumnya serius memandang dan mendengar pengarahan darinya mulai sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. 

Ini waktu yang pas pikirku, langsung ku dekati, memperkenalkan diri sembari kusodorkan tangan kanan untuk bersalaman. Ramah dan bersahaja langsung terasa sambutannya. Tak seperti apa yang ku bayangkan sedari tadi ucapku dalam hati, mengingat ia adalah seorang letkol di angkatan udara. Aura seram sudah terpancar sejak pertama bertangkap mata dengannya. 

"Bang mau tanya-tanya sedikit" ucapku seraya membuka percakapan diwawancara singkat siang itu, "sikit, banyak juga boleh," jawabnya sehingga mengundang tawa orang-orang yang ada di ruang museum, seketika memecah suasana ruangan menjadi lebih meriah. 

Ia mulai membuka cerita bahwa, Awalnya saat bertugas di Angkatan Udara Republik Indonesia ke daerah-daerah, ia selalu mengumpulkan uang-uang lama yang didapatnya, Hobi yang unik mengoleksi uang kuno digelutinya mulai dari Tahun 1998, sehingga akhirnya uang koleksinya menumpuk di rumah. 

Beberapa koleksinya dijual kepada sesama pecinta Numismatik, sehingga menghasilkan pundi baginya, beberapa dia barter. 
Ekpresi Wajah Serius Saparudin Barus saat Memberikan Bimbingan dan Pengarahan Kepada Beberapa Mahasiswa yang Melakukan Penelitan di MUS
“Mulainya tahun 98, saya dinas di AURI, saat dinas kedaerah-daerah, terbang sana-sini, saya kumpulin, hingga akhirnya koleksi saya banyak. lalu terpikir, bonggol-bonggol ini banyak-banyak buat apa, akhirnya saya juali satu-satu, selain itu harganya lumayan mahal lagi, karena semakin lama semakin banyak yang suka,” terangnya. 

Sebagain koleksinya mulai di jual ke kolektor lainya, kolektor dari luar negeri banyak yang membeli koleksinya. Dari sana mulai timbul kegelisan Saparudin Barus. Kalau nantinya semua uang kuno dijual ke kolektor luar negeri maka di dalam negeri nanti pasti tidak ada dan sejarah dari uang itu akan putus, gelisahnya. 

Dari sana dia mulai berpikir untuk mendirikan museum, tujuanya untuk pelestarian dan sarana edukasi sejarah bagi masyarakat umum. Kegelisahanya pun terjawab, ada yang bilang “selalu ada jalan, kalau niat kita bagus.” Akhirnya pada bulan Mei 2017, Museum Uang Sumatera Resmi di launching, dan menjadi museum uang satu-satunya yang ada di Sumatera. 

Ada ribuan mata uang yang di pamerkan di museum ini, dan hampir seluruhnya mata uang yang di koleksi adalah milik Barus, untuk perawatan dan biaya operasional museum ia harus memutar otak untuk mendapatkanya. 

“Biaya operasionalnya juga besar, makanya saya berdayakan juga gedung ini, ya kita buat, kalau malam ada jualan nasi goreng, kalau gak puasa ada kantin kita buat di samping gedung ini, untuk pengunjung kita jual souvenir uang kuno juga,” tandasnya dengan penuh semangat. 
Kepala Museum memberikan Kepingan Uang Logam yang baru di Dapatnya dari teman untuk menambah koleksi MUS
Sebelumnya memang sudah ada tawaran dari beberapa instansi untuk kerja sama dalam pengelolaan museum, tapi ia tak lantas ia mengamininya, karena ada beberapa alasan yang harus di pertimbangakan matang olehnya. 

Disatu sisi ia masih merancang proposal atau MOU yang bagus untuk dijadikan model menarik minat para investor. 

Saparudin dan kawan-kawan yang ikut andil di museum masih terus mencari dan mengumpulkan uang-uang kuno yang belum menjadi koleksi mereka. Seperti siang itu ada beberapa keping uang logam yang baru di dapatnya dari teman untuk menambah koleksi.
Saparudin Barus Berbagi Cerita Sejarah Tentang Beberapa Uang Logam Koleksi Museum yang baru Didapatnya
 Tak puas hanya sekadar memiliki fisik uangnya, saat ini ia sedang sekolah doktor (S3) jurusan sejarah untuk memperdalam pengetahuannya tetang sejarah, terutama tentang uang-uang itu yang sudah pasti menjadi bagian sejarah itu sendiri. 

Pengembangan museum pun terus ia lakukan, melalui sosialisasi ke sekolah-sekolah, kerja sama dengan kampus-kampus dan melakukan tour museum. Oktober dan November nanti MUS akan mengadakan Festival Uang Terbesar dan Pertama di Indonesia. Targetnya memecahkan rekor MURI, dengan rangkain kegiatan-kegiatan lainnya nanti seperti jalan santai, lomba baca puisi, melukis uang, stand up comedi tentang uang dan banyak lagi.

About pandan adventure

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.