Puluhan Buaya yang di Berjemur di dalam Sekat Beton |
“300
meter di depan belok kiri, lalu ambil jalur kanan untuk masuk ke tujuan anda.”
“Anda
telah sampai di tujuan anda”
Bermodal
GPS, aku bersama rekanku menelusuri jalan ring
road untuk sampai ke jalan bunga raya 2, tempat ribuan buaya muara
ditangkarkan. Sempat berpikir bahwa google
map mempermainkan ku, karena tak ada apapun yang kami lihat saat sampai di
Jalan Bunga Raya 2. Hanya jalan berlumpur dan sekitar 100 meter ladang yang tak
diurus yang kami temukan.
Tak
berputus asa, kami berjalan terus membelah jalan berkubang karna penasaran
bagaimana ujung jalannya. Tak lama kami melihat gapura besar yang bertuliskan
“Penangkaran Buaya Asam Kumbang”. Rupanya rute jalan kami ikuti dari google map adalah jalan pintas dari
perumahan Tasbi dua ke lokasi yang kami tuju, rute ini bukan jalan utama menuju
Objek wisata yang ingin kami kunjung siang itu.
Suasana Tenang Didepan Penangkaran Buaya |
Merasa
lega telah sampai, aku sendiri heran. Tak terlihat seperti penangkaran buaya.
Seperti hunian biasa yang memiliki halaman cukup luas, yang ditumbuhi beberapa
pohon yang rindang dan sejuk. Kami pun diarahkan untuk membeli tiket masuk
kedalam. Pintu masuknya hanya selebar pintu rumah tinggal biasa.
Bau
amis dan bau tak sedap lainnya mulai terasa. Aku masuk, dan kaget setengah mati
karena dari pintu masuk langsung terpampang puluhan buaya yang bertumpuk.
Puluhan Buaya dengan berbagai ukuran akan Menyambut Para Pelancong sesaat Memasuki Peangkaran |
Buaya-buaya
muara tersebut sepertinya terlihat tenang karena udara yang cukup panas waktu
itu. Mereka hanya tidur dan diam seribu bahasa tanpa gerakan apapun. Sayang
sekali pikirku, bila beruntung mungkin kita bisa melihat aktifitas buayanya pada
saat diberi makan.
Pasti
akan ada kompetisi rebutan makanan antar buaya. Layaknya hukum rimba, siapa
yang kuat, dia yang akan bertahan. Jadwal makannya tak tentu, kadang 2 kali
seminggu, tergantung stok bahan makananan, yaitu ayam-ayam mati. Buaya-buaya
pemangsa itu biasanya diberi makan pukul 5 sore. Dan pemandangannya pasti akan
sangat menegangkan.
Biaya
yang cukup terjangkau, sebesar Rp. 8.000 pengunjung sudah bisa melihat ribuan
buaya berbagai ukuran. Biaya-biaya tersebut digunakan sebagai pemeliharaan
penangkaran.
Sebanyak
2800 buaya muara yang ditangkarkan di penangkaran buaya milik laki-laki
bersahaja bernama Lo Than Muk ini, berumur mulai dari belasan tahun sampai
puluhan tahun. Saat berbincang sedikit dengan laki-laki paruh baya yang biasa
mengurus hewan-hewan predator tersebut, bahkan ada umur beberapa buaya mencapai
55 tahun.
Didalam Peangkaran Buaya Asam Kumbang para Pengunjung juga bisa Befoto riang dengan Buaya Albino |
Aku
melihat satu kandang yang di temboknya bertuliskan “45 tahun” jreeeeeng, yang
kulihat buaya yang sangat besar, kuperkirakan panjangnya sekita 15 meter,
sedang tak bergerak dan tubuhnya membengkok. Mungkin saja kandangnya tak muat
karena badannya terlalu panjang.
Bisa
bayangkan bagaimana ukuran buaya yang berumur 55 tahun lebih, sedangkan buaya
yang berumur 45 tahun sudah 15 meter panjangnya.
Buaya
dipisahkan kandangnya sesuai umur dan ukuran badan. Katanya agar mereka tak
saling menyakiti. Cieeeee…
Namun
ada 1 danau besar yang permukaannya dipenuhi lumut hijau. Dan disana ada
ratusan buaya yang sudah berumur lanjut.
Sempat
kuamati, penasaran bagaimana buaya saling berkelahi, karena selama ini hanya
melihat dari siaran televise National
Geography saja. Tiba-tiba riak air sangat terasa dari danau, berkelahi! Berkelahi!
Berkelahi! Sorakku dalam hati. Tak lama. Pengunjung lain pun ikut bersorak
menunggu perkelahian mereka.
Danau Buatan yang dipenuhi dengan Buaya |
Buaya
ukuran besar muncul ke permukaan, sangat jelas karena muncul persis setelah
pagar pembatas antara pengunjung dan danau. Nampaknya buaya tersebut merupakan
sesepuh penghuni kolam. Buktinya begitu riak air yang dihasilkan tubuhnya
bergelora, buaya lain menyingkir, bak ketua gangster yang mengikis jalana,
dengan gagah ia berenang dan yang lain mengambil posisi aman untuk berpindah. Hanya
beberapa detik saja, buaya besar itu hilang dari permukaan.
Sempat
berbincang sebentar dengan penjaga panangkaran, yang sedikit enggan diajak
bercengkrama. Antara takut dan grogi rasaku. Entahlah. Aku sibuk bertanya saat
ia sedang bekerja. Tugasnya waktu itu mengawasi pengunjung yang ingin berfoto
dengan buaya albino yang di display tanpa sekat apapun di dekat pintu masuk. Tapi
pengunjung bisa tenang berfoto, karena mulut buaya yang panjangnya hampir 2
meter itu diikat. Rp. 5.000 rupiah biaya yang harus dikeluarkan untuk sekekar
berfoto dengan binatang melata yang satu ini.
“Pak, boleh Tanya-tanya sebentar?” ku coba
membuka pembicaraan. “Saya tidak tahu apa-apa,” jawabnya dengan nada ketus. Ku kira
bertanya bak wartawan yang sedang wawancara sedikit menakutkan untuk orang
awam. Ku ganti pertanyaanku, “Pak, biasanya buayanya makan apa?” lalu dia
jawab, “ayam-ayam mati kak.” Ku Tanya lagi, “kenapa ayamnya mati, pak? Berniat melucu.
Dia diam seribu bahasa bahkan tak menoleh kearahku. Dengan santai ditariknya
rokok kretek yang ada diantara jemari keriputnya.
Buaya Puntung yang merupakan salah satu Buaya yang terdapat di Penangkaran ini |
Dengan
bakat wartawan yang pernah aku miliki kurang lebih 2 tahun lalu, aku masih
terus bertanya dan dia menyerah dengan menjawab pertanyaanku, seperlunya. Sudah
cukup lah pikirku, sebari berjalan dengan rasa penasaran untuk melihat satu
persatu bak yang berisi buaya di dalam penagkaran.
Jadwal berkunjung Taman Buaya Asam Kumbang
buka dari jam 09.00 WIB – 17.00 WIB, selain akses jalan yang mudah menuju
lokasi, Tiket masuk juga sangat terjangkau. Jika ingin melihat pertunjukan
makan buaya, pengunjung dapat membeli bebek seharga Rp 35.000,- yang dijual
oleh pengelola. Kemudian melemparkan unggas tersebut ke danau buaya.
Selamat
berwisata dan jangan buang sampah sembarangan ya.
0 comments:
Post a Comment