Tampak Sebagian Warna Relif Pudar dan Samar yang menggambarkan Legenda di Tengah-tengah Masyarakat Karo |
Sedari
Tadi ku Perhatikan Perempuan yang berperawan kurus itu sangat sibuk, tubuhnya
yang mungil tampak mengayun mengikuti irama hentakan kedua tanganya, diantata
genggaman jari tanganya yang keriput terselip sebatang kayu bulat kira-kira
pajangnya ada sekitar delapan puluh centi meter dan di salah satu ujung dari
kayu yang ku perkirakan berdiamter empat centi meter itu dipenuhi puluhan batang
lidi pohon aren yang di ikat menjadi satu kesatuan yang kuat, ya. Perempuan
yang sedari tadi sibuk itu merupakan salah satu pekerja penyapu, pembersih kota
Dingin Berastagi.
Sore
itu dia bertugas di sekitaran tugu Perjuangan 1945 Berastagi, tepatnya tak jauh
dari salah satu SPBU pengisian Bahan Bakar yang terletak di pinggir jalan
Beraspal Kota Berastagi, menyapu dan menyatukan sampah-sampah yang berserakan
di pinggir jalan sisa bungkus makan atau minuman dari para pengguna jalan,
setelah itu di pindahkanya ke kereta sorong yang di parkirnya tepat di
sempingnya, kegiatan ini menjadi rutinitasnya.
Relif Aneka Bunga-Buah, Alat-alat Tradisional dan Budaya Karo di Tembok Penahan Tanah |
Sesekali
sorotan matanya yang layu tampak mengamati tebing tembok penahan tanah yang
berdiri tegak di depanya, wajahnya agak mengerut dan tangan kananya yang
mungil, yang sedaritadi menggenggam gagang sapu berpindah mengaruk-garuk
kepalanya sambil senyum kecil, pikirku yang mengmatinya sedari tadi dari
kejauhan, mingkin kepalanya gatal atau mungkin juga pilu melihat kondisi tembok
di depanya.
Disepanjang
Tembok Penahan Tanah itu ternyata terdapat lukisan yang selalu mencuri
perhatian para pengguna jalan yang melintas, keberadaanya memang menambah
keindahan kota wisata Berastagi, tatkala para pelancong yang bertandang kesana
menyempatkan mengabadikan foto di depan tembok tersebut.
Sesekali
para pelancong juga tampak mengamati dan mendokumentasikan lukisan demi lukisan
yang di ukir di dinding tembok, decap kagum tatkala terucap saat menikmati maha
karya yang luar biasa sepanjang jalan yang menghiasi tembok penahan tanah itu. Tergambar
kekayaan alam, ternak, budaya, cerita legenda dan semua alat-alat musik serta
tarian tradisional Karo tampak indah di ding tebing, dipaduka dengan
ornamen-ornamen khas Karo yang membingkai setiap lukisan membuat semua tampak
apik dan memanjakan mata.
Relif Tampak Kusam dan tak Jelas lagi |
Sekilas
kita bisa belajar mengenai suku Karo di sana, mengamati lukisan demi lukisan
yang penuh dengan cerita dan makna, sehingga akan membut penasaran yang lebih
mendalam untuk mempelajari Karo itu sendiri.
Berjalanya
waktu tembok tersebut juga bisa dikatakan bagian dari aikon wisata Kota
Berastagi, keberadanya pas di pinggir jalan beraspal Jalan Jamin Ginting tampak
menjadi pusat perhatian para pelancong kota dingin nan sejuk ini.
Kini
diantata sesaknya kunjungan wisata saat hari libur tiba, tembok tersebut
mungkin terlupa atau mungkin juga terlantar diantara pesatnya kemajuan kota
berastagi, kusam di hantam cuaca, kropos di terjang usia. Dulu tembok tampak
elok indah mencuri mata yang di hiasi warna emas kuning mencolok dan perpaduan
cat warna pilihan yang menawan.
Sekarang
terkulai terpuruk di sudut kota. Semoga lembaga yang terkait bisa sigap dan
tanggap untuk menyolek kembali wajah salah satu aikon wisata Berastagi ini,
sehingga memeberikan warna menawan dan indah bagi para pelancong yang
bertandang ke Kota Juang Berastagi. Selain itu pelancong juga bisa tahu dan
tertarik mempelajari apa itu Budaya Karo.
Sebagian dari Tembok Mulai di Tumbuhi Rumput Liar, Kondisi yang sangat Butuh Perhatian dari Lembaga Terkait |
Tak
ada ruginya merestorasi tembok tersebut tentunya, karna keberadaannya tentunya
akan menambah cerita dan warna bagi pengalaman para pelancong yang datang ke
kota ini, semoga saja dengan cepat di perhatikan itulah Doa kita, Selamat
Berlibur ke dataran Tinggi Kabupaten Karo kota Wisata Berastagi selalu ramah
menyambut anda.
Ingat
Jangat Buang Sampah Sembarangan saat melancong ke sana ya, Berastagi menuju
kota yang Keren. Salam Lestari
0 comments:
Post a Comment