gunung

SUKA DUKA HIDUP DI DALAM TENDA PENGUNGSI


Salah Satu Posko Pengungsi Sinabung yang di diami oleh Penduduk Desa Merdinding saat itu, sekerang para Pengungsi yang berada di Posko ini sudah pindah ke Huntara yang lebih layak.

Pagi itu sibuk membenahi dan merapikan tumpukan logistik makanan yang menggunung di salah satu sudut gudang yang kira-kira berukuran sepuluh kali delapan meter yang berdiri gagah dengan atap seng, di dinding gudang tersebut dibaluti dengan berbagai spanduk dari donator yang pernah memberi sumbangan ke sana, gudang ini berada di pinggir jalan beraspal.

Nama posko ini yaitu posko Gudang Konco atau sering juga di sebut Posko Terong Peren, ada sekitar 265 KK atau sekitar 933 orang jiwa pengungsi yang tinggal di posko ini yang kesemuanya dalah warga Desa Mardinding Kecamatan Tigannderket.

Saat yang lain sibuk dengan aktifitasnya masing-masing ada seorang lelaki separuh baya yang menggunakan baju kaos hitam kusam dan rambutnya masih tampak acak-acakan. Satu persatu mulai di rapikannya tumpukan kardus dan pelastik yang berada di depan meja jaganya,  tanpa mempedulikan orang yang lalu lalang di depanya dan anak-anak yang sibuk menonton televisi di sampingnya, sebari memegang sapu  di tangan kirinya maka terselip sebatang rokok keretek di antara jemari manis dan jari telunjuknya yang tampak keriput.

Namanya Bapak Modal Ginting dia adalah salah penduduk Desa Mardinding yang tinggal di posko itu, senyumnya ramah dan penyambutanya hangat saat kami datang menghampirinya, hari itu memang geliranya piket atau jaga posko, setelah tinggal di pengungsian si Bapak Modal Ginting dipercayakan warga desa Mardinding sebagai salah satu kordinator bagian logistik di posko tersebut.

Setelah selesai merapikan logistik kami mencoba berbincang-bincangang dengan bapak yang terlihat kurus tersebut, sudah setahun ini bapak Modal dan penduduk Desa Mardinding tinggal di posko ini dan sampai sekarang belum ada tanda-tanda akan di relokasi kemana.
Kondisi Posko
Tampak puluhan tenda-tenda berdiri di seputaran posko ini, tenda-tenda tersebut di peruntunkan sebagai tempat tinggal bagi warga pengungsi. Didalam tenda tersebut tinggal antara dua atau tiga KK setiap tenda atau di sesuaikan dengan jumlah anggota kelurganya per KKnya.

Udara di dalam tenda terasa panas dan sumpek saat siang hari sedangkan saat malam hari udara dingin sangat terasa sampai ketulang sumsum di tambah lagi bau menyengat atau baut obat yang di keluarkan dari tenda kata warga yang tinggal di sana, sudah setahun ini warga tersebut tinggal di dalam tenda yang berwarna hijau ketuaan itu.

Rasa bingung dan putus asa juga menyeliputi warga Desa Mardinding yang tinggal di posko ini, hal ini karna sampai hari ini belum ada kepastian kemana mereka akan tinggal karna belum ada keputusan dari Pemerintah mengenai nasib mereka, infomasi yang ada juga masih tumpang tindih dan belum ada kepastian, beberapa saat lalu Bupati Kabupaten Karo datang menyambangi mereka setelah aksi demo ribuan warga yang merupakan penduduk  empat desa yang akan di relokasi mandiri beberapa saat lalu di kantor Bupati.

Ada sedikit angin segar yang mereka rasakan atas kedatangan orang nomor satu di Kabupaten Karo tersenbut karna mereka akan di pindahkan ke Hunian Sementara ( Huntara ), tapi setelah kepergian orang nomor satu di Kabupaten Karo tersbut hingga sampai saat ini belum juga ada realisasinya, dialog antara Pemerintah dengan warga atau pengumuman (selembar) surat mengenai Huntara tersebut juga belum ada dari pemerintah terkait ke warga pengungsi.

“Untuk logistik sayur mayur ke posko ini dari pemerintah biasanya datangnya beda-beda satu hari, gas untuk memasak juga seperti itu, kalau untuk beras biasanya ada yang ngcek kesini kalau kira-kira habis baru di disteribusikan dari Kabupaten, terkadang kalau di ceknya sudah mau habis tapi ada bantuan dari pihak swasta atau mahasiswa maka  pendisteribusianya di tunda oleh pemerintah, untuk beras tidak ada jadwal yang tetap pendisteribusianya oleh pemerintah, jadi bisa di bilang tergantung kebutuhan posko ”, tutur Bapak Modal Ginting menjelaskan kondisi penyaluran logistik ke poskonya.

Selain informasi dan kepastian warga pengungsi yang akan pindahkan ke Huntara belum ada kepastian dari Pemerintah ada satu hal yang menjadi kegelisahan warga yang tinggal di posko tersbut, dimana sewa lahan untuk pendirian tenda dalam waktu dekat akan segera habis sedangkan belum ada infomasi atau kepastian  uang dari mana yang kan di buat untuk membayar sewa tanah tersebut, kebingungan dan rasa gelisah dan putus asa menyelimuti seluruh warga.
Tenda-tenda Pengungsi
Selain nasip warga pengungsi yang masih belum jelas makan ada hal lain yang membuat beberapa orang tua pengungsi yang gelisah dan bersusah payah dalam ketidak pastian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan biaya anak sekolah dan kuliah.

Wiliem Ginting salah satunya, Wilem Ginting yang menempuh perkuliahan semester 4, jurusan Ilmu Sosial di salah satu Universitas Negeri di Kota Bengkulu hidup dalam keterbatasan, untuk memenuhi kebutuhan hidup Wilem di kota Bengkulu orang tuanya hanya bisa mengirim sebesar Rp. 300,000,- tiap bulanya untuk biaya hidup, uang tersebut juga dari hasil kerja upahan (Aron-Bhs. Karo) di kebun orang lain, tentu jumlah tersebut sangat-sangat jauh dari kata cukup untuk biaya hidup di Kota, tapi karna semangat belajar wiliem yang besar mengalahkan semua keterbatsan itu, untuk mencukupi kebutuhan kuliah dan sebari memabntu orang tuanya dalam pendanaan kuliahnya maka Wiliem menggunakan waktu libur, untuk kerja upahan di kebun orang yang berada di sekitar posko tempatnya tinggal.


NB: Berita ini Pernah di Post di Tabloid Mahasiswa Karo edisi pertama "Sora PMMS" sebagai berita utama tabloid Perdana Mahasiswa tersebut, Berikut di Post Kembali di Blog Pandan Adventure Sebagai pengingat kembali  dan sebagai bentuk kerjasama Pandan Adventure dan Kru Sora PMMS delam menggali dan mempromosikan Objek-objek Pariwisata Karo Khususnya. Semoga Bermanfaat.

About pandan adventure

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.