Langkah
kaki kami hari itu menuntun kami
ke
salah satu Kabupaten yang terletak di Sumatera Utrara yang berbatasan dengan Sumatera Barat,
Kabupaten Mandailing Natal, begitu lah namanya, wilayah ini masih termasuk
Kabupaten Tapanuli Selatan, dan di diami oleh penduduk suku Batak Mandailing.
Jarak tempuh yang lumayan jauh,
mengharuskan kami harus beberapa hari
di perjalan dengan menggunakan minibus, hari itu kami
putuskan untuk mengambil
jalur Sibolga Tapanuli Tengah. Katanya
dari jalur ini pemandangan perbukitan dan hutan akan di lewati, dan yang paling
utama akan melintasi salah satu objek wisata yang wajib di singgahi ketika
melewati akses jalan tersebut.
Lokasi terowongan ini terletak di Km 8, Kawasan Dusun
Simaninggir, Desa Bonandolok, Kecamatan Sitahuis atau sekitar 15 menit
perjalanan dari pusat Kota Sibolga atau sekitar 18 Km dari pusat Kota Pandan.
Terowongan Batu Lobang |
Dari infomasi yang kami dapat katanya
terowongan tersebut dibangun pada masa
kolonial Belanda dengan melibatkan rakyat Tapanuli ( Khususnya
warga Sibolga dan Tapanuli Tengah) serta pejuang – pejuang kemerdekaan yang
menjadi tawanan Belanda masa itu.
Di atas tebing Batu Lobang, terdapat
hampasan air terjun yang indah, tetesan air yang keluar dari celah-celah antara
bebatuan dari
atas atap batu lobang menandakan
batapa kuatnya hampasan air ke tebing Batu
Lobang.
Setelah mengabadikan keindahan alam di
sana, maka kami pun melanjutkan perjalanan,
dari sana sepanjang perjalan menuju kota Sibolga,
kita bisa melihat pemdangan laut yang indah dan luar biasa. Tak
henti-henti kamera yang kami bawa mengabadikan keindahan itu dari dalam mini
bus yang kami naiki.
Tujuan hari itu dari kota Sibolga akan terus
langsung melanjutkan perjalanan
menuju kota Padang
Sidempuan yang terkenal
dengan salaknya, dari kota Sibolga
menuju kota seribu Vespa itu kita membutuhka dua setengah jam perjalan.
Pemandangan
sawah yang di tanami padi yang tampak
menguning menemani perjalan
sore itu,
tidak hanya itu sepanjang perjalan dari batas Kecamatan Lumut, Tapanuli Tengah
kita bisa melihat betapa suburnya pohon-pohon salak yang memamerkan buahnya di kanan dan kiri sepanjang perjalanan saat
menuju Kota Sidempuan.
Tenang, buat
yang pengen mencicipi buah khas kota Sidempuan ini, bisa di beli dipenjual buah
salak yang berada di kanan dan kiri jalan menuju kota Sidempuan, harganya juga
murah, dan kalau rasa tiada dua, rasa manis langsung pecah di lidah saat gigitan
pertama buah salak ini.
Buat yang ingin
memetik sendiri dari pohonya juga bisa, tapi dengar dulu penjelasan dari
empunya kebun bagaimana teknik mengambil buahnya, karna kalau salah-salah duri
salak yang hitam dan tajam bisa menancap di tangan.
Dari kota
Sidempuan ke Natal kita masih butuh waktu berjam-jam untuk bisa sampai di Kecamatan
Natal, setelah melewati perbukitan dan lembah, mengikuti aliran sungai yang
berada di pinggir jalan.
Hutan yang masih
asri tampak di kanan dan kiri jalan beraspal, diameter kayu yang berdiri kokoh
di pinggir tebing tampak menjadi pemandanga
yang memanjakan mata.
Sesekali di
antara lebatnya hutan dan bebatuan cadas tampak warga yang membuka lahan untuk
bertani, asap menggepul dan auangan suara singso menandakan ada aktifitas penebangan
dan pembukaan lahan baru di sana. Selain itu pepohonan aren tampak tumbuh subur
dan rapi di pinggir jalan, menandakan lahan tersebut sudah di garap warga.
Warung-warung
yang menjajakan tuak dan nira manis tampak rapi di dalam wadah air mineral di
buat para penjual, ya, menyadap pohon aren salah-satu penghasilan tambahan untuk
memenuhi kebutuhan bagi warga di sana selain bertani.
Jalan beraspal
berlubang dan becek serta jurang yang menga-nga menjadi tantangan bagi siapa
saja yang memacu kendaraanya di jalur yang kami lewati ini, tak jarang tampak
tumpukan tanah dan bebatuan serta pepohonan yang melintang di pinggir jalan,
menandakan di sepanjang jalan tersebut sering terjadi longsor saat musim hujan
datang.
Sesaat Sebelum Memasuki Desa Wisata di Natal |
Suara percikan
air dan dentuman hampasan air terdengar jelas dari dalam kendaraan yang kami
naiki, di sepanjang pinggir sungai tampak aktifitas penambangan emas yang di
lakukan warga, air yang bening dan jernih tadi berubah menjadi kecokkelatan
saat tanah bekas kalian dan air kubangan
dari aktifitas penambangan bercampur dengan air sungai.
Menurut warga di
sana, aktifitas penambangan emas yang di lakukan warga sudah berjalan lama, kegiatan
penambangan juga menjadi salah satu mata pencarian bagi penduduk desa yang
tinggal di pigiran sungai.
Setelah
berjam-jam di perjalan akhirnya kami sampai di Kota Kecil di Pinghir Pantai,
Kota Natal begitulah nama kota mungil tersebut, aktifitas warga sudah mulai tak
tampak di sana , karna hari sudah mulai gelap, mentari dan surya sudah kembali
ke peraduanya.
Untuk
beristirahat malam itu kami pun menginap di Mess Peropinsi Sumatera, biasanya
mes ini memang di gunakan umtuk tempat menginap tamu-tamu dari dinas-dinas yang
melakukan perjlanan ke sana, untuk menyewa penginapan di sana cukup sulit karna
kalau pun ada biasanya langsung penuh pada saat hari-hari libur.
Lokasi mess yang
dekat dengan pantai membuat malam itu kami merasa was-was, karna tiupan angin
pantai yang kencang dan di tambah dentuman ombak laut lepas yang kuat menepi
menampar beton-beton pemecah ombak yang berada di bibir pantai.
Kata penjaga mes sudah beberapa hari ini, ombak besar dan angin juga kencang membuat rasa was-was kami semakin bertambah.
Karna rasa lelah
yang luar biasa sepanjang perjalan ternyata kami larut dalam mimpi indah malam
itu, rasa was-was tadi kalah dengan rasa kantuk dan lelah.
Mentari pagi
mulai tampak, aktivitas di mess pagi itu tampak sibuk, kami sempatkan untuk
berjalan ke belakang mess, melihat ombak pantai yang tadi malam terdengar
keras,pagi itu ombak yang ada sanggat tenang, di bibir pantai tampak
sampah-pampah dari kayu dan pelastik berserakan karna hantaman ombak tadi
malam.
Pagi itu
perjalan kami lanjut menyusuri desa-desa dan hutan bakau di Kecamatan Natal, sepanjang
perjalan tampak kebun kelapa berjejer di sepanjang perjalan, sebagain warga di
sana selain berprofesi sebagai nelayan ternyata ada juga yang berkebun kelapa.
Pantai-pantai
yang ada di kecamatan Natal tersebut tampak indah tapi masih belum di kelola
oleh Dinas terkait, yang ada hanya penduduk yang berada tidak jauh dari pantai
yang me dirikan pondok-pondok dan warung-warung untuk menjajakan buah kelapa muda.
Huatan-hutan
bakau yang ada di sepanjang jalan beraspal tampak sebagian sudah beralih
menjadi kebun sawit, sepanjang perjalan tak henti-hentinya kami jumpai
truk-truk besar pengangkut buah yang diolah menjadi minyak goreng tersebut.
Mudah-mudah
keseimbangan alam masih bisa di jaga dan terjaga di sana, walaupun tampak
hutan-hutan beralih pungsi jadi perkebunan sawit, tapi paling tidak ada kontrol
dari Dinas terkait dan penduduk agar tidak meluas, karna akan berimbas juga
denga kehidupan penduduk di sana.
0 comments:
Post a Comment