Deleng Kutu Dari Kejauhan |
Cerahnya mentari pagi itu menyapa
dengan ramah, sesekali pepohonan pinus
tampak melambai-lamabai ramah menyambut kami, burung-burung pun tidak mau
ketinggalan mengalunkan nada-nada indah menggambarkan cerahnya pagi itu. Saat langkah kaki ini mengantarkan kami ke kota
wisata Berastagi, Berlahan kami hirup udara sejuk khas dataran tinggi Kabupaten
Karo, terasa segar dan damai.
Setelah
semalam di terpa angin dan hujan di puncak Sibayak maka pagi ini kami di sambut
dengan mentari pagi, perjalanan pagi ini akan di lanjutkan ke salah satu
destinasi wisata yang tersembunyi di puncak bukit yang berdiri gagah dan di
tumbuhi pepohonan yang kekar dan berdiri tegak mencakar langait.
Jarak
tempuh dari kota Berastagi ke tujuan kami hanya membutuhkan waktu sekitar
kurang lebih tiga puluh menit dengan mengendarai sepeda motor, dari tempat
penitipan sepeda motor Sibayak berlahan kami pacu kembali sepeda motor yang
kami naiki, menelusuri dan menuruni hutan Sibayak yang masih terjaga.
Sesekali
dari kejauhan terlihat tupai berlari dan melompat dari pohon satu ke pohon
lainya, tidak hanya itu saja suara burung hutan memperkaya keindahan hutan
Sibayak, anggerek hutan juga tampak memamerkan keindahan bunganya saat kami
melintas pagi itu, hutan Sibayak ini
masih masuk kedaalah kawasan hutan Lindung Taman Hutan Raya atau biasa di sebut
juga TAHURA.
Turunan
yang lumayan menungkik curam membuat kami harus memperlambat laju sepeda motor
yang kami bawa, ya maklum lah jalan menuju Sibayak dari jalaur wisata ini tidak
semunya bagus , ada beberapa turunan yang jalanya berlubang dan berbatu
sehinggga kita harus super hati-hati agar tidak terglincir.
Setelah
menembus dan membelah kesunyian hutan Sibayak akhirnya kami samapai di posko retribusi
Desa Jaranguda, tampak beberapa pengunjung sedang melakukan registerasi yang
ingin hendak menikmati indahnya lukisan alam ciptaan Tuhan dari Puncak Sibayak.
Pagi
itu lalulintas di kota wisata Berastagi tampak padat, tampak polisi sibuk
mangatur lalulintas dibundaran tugu perjuangan Berastagi, tampaknya hari libur
ini wisatawan dari Medan berbobdong-bondong datang ke kota sejuk ini untuk
menghabiskan hari terahir libur panjang.
Kami
tidak berlama-lama di kota wisata ini, setelah membeli beberpa nasi bungkus
untuk nanti di santap di puncak Deleng Kutu kami pun menelusuri kembali jalanan aspal menuju Simpang Korpri.
Dari
sana kami melanjutkan ke desa yang berada di bawah Deleng ini. sepanjang
perjalanan kita bisa menikmati pemandangan yang luar biasa di kanan dan kiri
jalan beraspal menuju desa di bawah delang itu. Tanaman-tanaman warga yang
sangat subur dan segar menjadi bukti bahwa tuhan memberikan kesuburan yang luar
biasa di Tanah Pejuang ini.
Senyum
sapa warga yang sangat ramah membuat damai hati saat berkunjung ke desa ini, “
mau kemana kalian nakku, Kok bawak tas besar-besar gitu? Tanya seorang Ibu yang
berjalan kearah kami sambil memakan sirih dan mengoyang tembakau bulat yang ada
di bibirnya. “ ke deleng kutu bik” jawab
kamai sambil melempar senyum kerahnya,” hari-hati ya” tambah ibu yang ramah
itu.
Setelah
menitipkan carrier di warung kedai kopi yang berada di pinggir
jalan menuju jalan dan membeli beberapa botol mineral kami pun melanjutkab perjalanan. Dari sana, jalan yang sedari tadi
beraspal di depan kedai kopi ini, jalanya jadi berlubang dan berbatu, di
sebagian permukaan jalan juga terdapat genangan air dan kubangan sehingga
sepeda motor yang kami bawa harus di pacu dengan berhati-hati.
Menitipkan Carrier di Kedai Kopi yang Berada di Pinggir Jalan |
Di
ujung jalan yang berbatu dan berlubang tadi ada persimpangan, dari persimpangan
tersebut jalan yang akan di lalui jauh berbeda, jalan yang menyempit, licin dan
semak belukar menutupi jalan tersebut, sehingga tak jarang sepeda motor yang
kami bawa harus tergelincir dan masuk ke semak belukar.
Jalan Berbatu Menuju Pitu Rimba |
Dari
jalan sempit ini kita kan menuju pintu rimba menuju hutan Delang Kutu, dari
pintu rimba ini kita juga dapat memandang dengan jelas Gunung Sinabung. Dari sana
tampak Gunung Sinabung sedang erupsi besar, awan panas dari Gunung Sinabung
tampak tersembur sangat besar ke langit biru Tanah Karo pagi itu.
Jalan yang Sempit dan di Tumbuhi Semak Belukar |
Untuk
sampai ke pilar Deleng Kutu trek yang akan di lalaui cukup terjal dan sangat
licin, sehingga harus berhati-hati saat mencari pijakan kaki yang kuat, di saat
kaki berpijak tangan kita juga harus mencari akar-akar pepohonan untuk
berpegang agar tidak tergelincir.
Pintu Rimba Deleng Kutu |
Dari
bawah tampak Zupri kewalahan saat pijakan kikinya tidak kuat tangan kanan dan
tangan kirinya juga tampak sibuk mencari akar-akar pepohonan untuk
menyimbangkan berat badadanya, tapi sayang akhirnya dia terjatuh. Hal ini
sontak membuat kru lain berlari kearahnya untuk memberi bantuan. Bukanya takut
atau merasa sakit Zupri malah ketawa keras, dari atas tampak keru lainya juga
tertawa ketas sambil member semnagat kepada Zupri.
Trek yang Terjal dan Licin |
Setelah
bersudah payah akhirnya kru pandan sampai di Pilar Deleng Barus, pilar deleng
barus tidak jauh berbeda dari pilar Sipiso-piso atau Pilar Deleng Sibuaten,Cuma
di pilar Deleng Kutu ini ada yang membuat agak berbeda. Di samping kanan dan
kiri Pilar Deleng Bukit kuta terdapat tempat duduk yang terbuat dari beton,
sehingga pendaki yang sudah sampai di puncaknya dapat melepas lelah di tempat
duduk ini.
Melepas Lelah Sejenak Sesaat Setelah Sampai Di Pilar |
Informasi
yang kami dapat dari warga sekitar Pilar ini sudah sejak lama ada, katanya dari
jaman penjajahan belanda dulu, biasanya warga ke puncak Bukit Kutu ini hanya
untuk berburu dan mencari tanaman-tanaman obat yang tumbuh di dalam hutan
Deleng Kutu.
Setelah
selesai melepas lelah, nasi bungkus yang kami bawa tadi akhirnya di keluarkan
dari bungkusan pelastik hitam, waktunya untuk mengisi perut. Yah..!! walupun
lauk makan siang hari itu hanya telur dadar tapi nafsu makan kru pandan tampak
besar karna tenaga dan stamina sudah habis saat mendai Delang Kutu.
Kru Pandan di Pilar Deleng Kutu |
Betis
dan paha terasa keram karna menahan beban badan saat turun dari puncak Deleng
Kutu, sesekali saat kaki tidak kuat menahan berat badan maka tak jarang kru pandan
tergelincir saat menuruni trek yang licin tersebut.
Agar
lebih aman menuruni Deleng Kutu maka kami pun putuskan memerosotkan dari tas agar
lebih cepat meluncur kebawah dan salah satu kru pandan lainya menunggu di bawah
untuk menangkap agar tidak kelewatan masuk ke dalam semak-semak.
Memerosotkan Dari Tas Agar Lebih Cepat Meluncur Kebawah |
Canda
tawa pun tampak dari wajah kru pandan saat meluncur dari trek Deleng Kutu, tak
terasa akhirnya samapai juga di pintu rimba setelah bermain perosotan ria di
trek yang di lewati. Baju kotor dan tangan dan kaki yang lecet tidak menjadi
masalah saat menuruni trek ini.
Memang
belum ada trek pendakian yang memadai untuk dapat sampai di ke puncak ini, yang
ada hanya trek yang di buat pemburu ataupun orang-orang yang mengambil tanah
Humus di hutan Deleng Kutu.
Walaupun
trek yang terjal dan licin, kaki dan tangan yang lecet dan tergores akibat
tergelincir saat mendaki dan turun dari Deleng Kutu tapi tidak menyurutkan niat
kami nantinya untuk kembali ke sana.
Salam
Pandan Adventure…!!!
0 comments:
Post a Comment