wisata

HANYA AKU DAN TUHAN #PART 1


Sepi dan Damai saat Menanti Pagi
Hawa dingin membuka perjalananku waktu itu menuju Bukit Sitelu, yang sekarang sudah berubah menjadi Gajah Bobok, padahal waktu itu musim kemarau sudah berjalan beberapa minggu. Tapi cuaca semakin ekstrem sampai menusuk tulang. Mengapa demikian? Begini kira-kira penjelasan ilmiahnya, pada musim penghujan, permukaan bumi dipenuhi oleh air, baik dalam bentuk cairan maupun uap. Air dalam bentuk cairan sebagian besar akan meresap ke dalam tanah, sedangkan air dalam bentuk uap akan larut di udara. Sebaliknya, pada musim kemarau, permukaan bumi lebih kering. Kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya.

Air merupakan zat penghantar panas yang cukup baik, sehingga mudah menyimpan energi panas dari cahaya matahari. Pada musim penghujan, di saat permukaan bumi sedang terdapat banyak air, panas matahari akan lebih banyak tersimpan di air-air tersebut. Sebaliknya, pada musim kemarau, di saat permukaan bumi sedang kering, panas matahari akan lebih banyak terbuang dan hilang ke angkasa. Itulah sebabnya, suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada suhu udara musim hujan. Tapi sebaiknya kita lupakan tentang perubahan musim itu, karena kita akan membahas tentang perjalanan ke Gajah Bobok.

Sekitar pukul 6.05 menjelang maghrib aku berangkat dari Kabanjahe, aku menyusuri jalan lurus Tiga Panah, Merek, lokasi Gajah bobok berada. Ditemani langit yang mulai berubah meng-oranye, dihiasi garis-garis ungu yang tak beraturan.
Hanya Kuda Besi ini yang Menjadi Teman Berjalan
Menuju Merek, hanya kebun jeruk sejauh mata memandang. Diselingi beberapa kios penjual jeruk. Kawasan ini sering didatangi wisatawan yang hendak merasakan sensasi memetik jeruk seperti di kebun sendiri. Si empunya kebun akan menghitung banyaknya jeruk yang ada di kantong plastik yang anda bawa, tapi anda boleh makan sepuasnya tanpa membayar. Aku tak singgah, karena sudah bosan merasakan hal itu. Hehehe…

Jalan yang hampir mulus tanpa lubang-lubang yang berarti menambah laju sepeda motor ku. Sekitar pukul 6.35 aku sampai di persimpangan menuju pintu masuk, matahari belum tenggelam sempurna ke peraduannya. Begitu menginjakkan kaki di pintu masuk, masih tampak jelas barisan-barisan tanaman bunga kol tertata rapi, terntaya di kaki bukit Gajah Bobok terdapat beberapa petak kebun warga sekitar.
Bukit Setelu dari Kejauhan

Aku sempat mampir dan mengobrol dengan beberapa petani yang masih sibuk mengurusi kebunnya. Aku bertanya kenapa bukitnya dinamai Bukit Sitelu? Mereka mengatakan ada 3 bukit yang berdekatan didaerah itu, makanya ketiga bukit tersebut dinamai Bukit Sitelu. Tapi menurut beberapa anak jaman now, bukit tersebut terlihat seperti gajah yang sedang bobok (red: tidur).

Mereka juga mengatakan belum pernah ada yang camping kesana, hanya ada beberapa warga yang terlihat naik sekadar melihat-lihat atau menikmati Danau Toba dari ketinggian yang masih berlokasi di Kabupaten Karo tersebut. Itu artinya, kami orang luar pertama yang benar-benar camping  dan membawa carrier yang berisi tenda.

Tak hanya menjadi pengunjung pertama, tapi aku juga beruntung karena mendapat cuaca yang cerah. Ketika matahari telah bersembunyi secara sempurna, bulan mulai menampakkan sinarnya yang dipantulkan matahari dari sebelah barat. Bulannya tak punya malu menampakkan dirinya yang begitu jelas kami lihat dengan mata telanjang, bentuknya bulat sempurna, rasanya permukaannya yang tak rata semakin jelas. Semasa SD dulu sering membayangkan kalau di bulan itu adalah gambar Yesus yang terbaring di palungan Maria.
Jalan Menuju Bukit Sitelu

Ternyata tak mudah menanjak kesana meskipun sudah mengendarai sepeda motor, jalannya hanya setapak, benar-benar setapak. Di tengah perjalan menuju puncak, aku hampir terjun bebas ke mulut jurang karena dengan terpaksa menabrak batu besar yang berada persis di tengah track.

BERSAMBUNG.

About pandan adventure

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.