![]() |
Pilar Sibuaten |
Libur telah tiba, libur telah tiba
Hore, hore, hore
Simpanlah tas dan bukumu
Lupakan keluh kesahmu
Libur telah tiba, libur btelah tiba
Hatiku gembira
Begitulah lirik lagu yang dinyanyikan
Tasya Kamila untuk menggambarkan bagaimana serunya saat liburan telah tiba.
Sejenak kita bisa keluar dari rutinitas dan kepanakan sehari-hari. Begitu juga
dengan kru Pandan Adventure, pada libur kali ini kami berpetualang ke gunung
tertinggi di Sumatera Utara. Deleng Siabuaten (Gunung) begitu penduduk sekitar
menyebutnya. Penduduk yang ramah, udara yang sejuk, alam yang asri, hutan lumut
yang alami, trek pendakian yang menantang, dan tanaman khas hutan sibuaten
(Kantong Semar) yang luar biasa serta pemandangan yang indah membuat pertualangan ini menjadi luar biasa.
Di
pertengan bulan juli tepatnya pada hari Saptu, 18 Juli 2015, sehari setelah
Hari Raya Idul Fitri kita putuskan untuk mengisi liburan berpetualang ke puncak
Gunung Sibuatan. Awalnya kita agak ragu karna minimnya informasi yang bisa kita
dapat dari rute dan persyaratan untuk mendaki gunung tertinggi di Sumatera
Utara ini. Setelah mendapat informasi yang cukup setelah berselancar di
internet kami bulatkan tekat untuk mendaki gunung ini.
Pagi
itu tak seperti biasanya rutunitas dengan hari-hari yang sebelumnya, mulai dari
pagi sebelum matahari terbit kita sudah sibuk untuk memepersiapkan perlengkapan
dan peralatan yang dibutuhkan untuk pendakian hari itu. Junaidi adalah salah
satu kru Pandan Adventure yang
berkuliah di Universitas Seriwijaya Palembang yang akan ikut untuk mendaki kali
ini.
Sebelumnya
kita sudah lama merencanakan untuk mendaki Sibuaten, tapi karna kesibukan
pekerjaan dan jadwal kuliah dari kru pandan yang padat akhirnya belum bisa
terlaksana.
Awal bulan
Juli perkerjaan dan rutinitas kuliah pun
berkurang, hari libur tiba. kru Pandan
yang berkuliah di Kota Palembang ini langsung
memutuskan untuk bergegas kembali ke tanah kelahirannya (Tanah Karo) untuk
berlibur. Juna tampak sibuk membuka berkali-kali Carrier yang dia peggang sedari tadi sekedar mengecek perelatan dan
perlengkapan yang akan di bawa pada saat berpetualang .
Setelah
selesai mempersiapkan perlengakapan maka petualangan hari itu pun dimulai, kita
awali dari Kota Kabanjahe. Pukul 09.00 WIB kita berangkat dari Kabanjahe dengan
menaiki angkot yang rute perjalannya Kabanjahe –Tigalingga dengan ongkos Rp. 10.000/Orang. Sepanjang perjalanan dari
Kabanjahe menuju Desa Nagalingga kita akan di hidangkan dengan pemandangan
bukit barisan yang tampak hijau dan kebun-kebun warga yang tampak indah. Sekitar 30 menit
menaiki angkot, akhirnya kami sampai di Desa Nagalingga.
Desa
Nagalingga Kecamatan Merek ini terletak
di jalan anatara Merek – Sidikalang atau
sekitar 30 menit dari Kota Kabanjahe dan masih masuk Kabupaten Karo. Penduduk Desa Nagalingga
sebagian besar berperofesi sebagai petani hultikultura karna tanah di sekitar
Desa Nagalingga ini sangat subur. Makanya jangan heran kalau sepanjang perjalan
menuju desa ini terlihat tanaman di kebun-kebun warga tampak segar, subur dan
hijau seiap menggoda siapa saja yang melintas kebun-kebun warga ini.
Hal
yang paling wajib dilakukan bagi para pendaki yaitu melakukan registerasi
terlebih dahulu. Pos regeisterasi ini tak jauh dari Kantor Kepala Desa,
tepatnya sebalah kanan dari Merek dan di depan pos registerasi ini tumbuh Pohon
jambu air yang subur, terkadang pohon
jambu ini dibuat sebagai penanda bagi siapa saja yang hendak melakukan
registerasi.
Posko Registerasi |
Melakukan Registerasi di Posko Sebelum Melanjutkan Perjalanan
|
Dedepan
posko registerai ini ada tampak satu sepanduk yang menarik perhatian kami, yang
bertuliskan” Hutan dan Jalur Gunung
Sibuaten adalah nadi hidup Penduduk Kampung ini, jika kedatangan anda untuk
menikmati Alam dan Gunung, kami menucapkan
selamat datang, satu peringatan untuk pendaki semua, Kami Hanya Menerima Anda,
Bukan Sampah yang anda bawa, jadi silahkan bawa turun sampah anda, hormati diri
dan alam kita ini, Terimakasih” Kata yang ada di sepanduk tersebut terlihat
tegas dan maknanya sangat dalam sekali bagi siapa saja yang membacanya dan
hendak mendaki Sibuaten.
Setelah
mengisi buku registerasi dengan mencatat Nama pendaki, nomor HP pendaki dan
nomor telpon orang tua atau sahabat lain yang dapat dihubungi serta membayar
biaya retribusi sebesar Rp. 10.000/orang, maka
salah seorang dari Gerakan Muda
Mudi Pelestari Nagalingga (GEMPARI) menjelaskan rute dan larangan-larangan yang
tak boleh dilakukan saat pendakian.
Dari
pos registerasi kami berjalan menuju Pintu Rimba, sepanjang perjalanan menuju
Pintu Rimba, kita kan melintasi perkebunan warga sekitar, penduduk sekitar juga ramah dan tak jarang
tomat, cabe atau hasil dari kebunnya di berikan bagi para pendaki untuk bekal
tambahan saat mendaki.
Sapaan Warga Desa Nagalingga yang Ramah |
Sekitar
40 menit kami berjalan akhirnya samapai juga di Pintu Rimba, tapi sebelum
pendakian di mulai maka ada satu posko pemeriksaan lagi yang harus di lewati.
Di posko ini para anggota GEMPARI dengan cekatan memeriksa satu persatu logistik
dan apa saja yang kami bawa serta menulisnya di formilir pendakian.
Posko Pendataan Barang Bawaan Pendaki
|
Hal
ini dilakukan untuk mengetahui apa saja yang di bawa para pendaki dan pada saat
turun dari puncak sibuaten samapah-sampah logistik tersebut harus di bawa
kembali turun, dengan tujuan keindahan dan kelestarian Alam Gunung Sibuaten tetap
terjaga.
Anggota GEMPARI Dengan Cekatan Mendata Satu Persatu Logistik Apa Saja yang Kami Bawa
Bagi
para pendaki jangan sekali-kali meninggalkan sampah yang di bawa di puncak
sibuaten, hukuman mengutip sampah dan denda berlaku bagi siapa saja yang tidak
mengindahkan peraturan tersebut. Salah satu cara yang unik dan kreatif yang
dilakukan GEMPARI untuk menjaga alam Sibuaten.
Setelah
semua dicek maka salah satu kru dari GEMPARI menjelasakan tentang rute yang
akan dilewati, dan hal-hal yang tak boleh dilakukan saat mendaki dan pada saat
ngkem di puncak sibuaten, “ untuk teman-teman kami sarankan untuk membawa air
minum secukupnya dari bawah, karna diatas tidak ada aliran sungai yang akan
kalian lewati, jangan pernah membuang sampah semabaranga dan yang paling
penting jaga kekompakan anatara pendaki” terang bang Lingga sebutan salah satu
anggota GEMPARI ini.
Kru
dari GEMPARI Menjelasakan Tentang Rute
yang
akan Dilewati,
dan Hal-hal yang Tak Boleh
Dilakukan Saat
Mendaki
Sambutan
yang ramah dan bersahabat dari seluruh anggota GEMPARI dan penduduk
sekitar membuat siapa saja akan merasa
nyaman berlama-lama di tempat ini. Bagi yang lupa membawa wadah untuk air minum
, GEMPARI juga menyediakan jeregen-jeregen yang bisa para pendaki pinjam di
posko dengan geratis.
MENYAPA
SIBUATEN DARI PINTU RIMBA
Ini
adalah gerbang masuk hutan sibuaten, tulisan Pintu Rimba tampak berdiri kokoh
di sebelah kanan jalur pendakian, berdiri pas dibawah pohon-pohon rindang hutan
sibuaten, tak jauh dari pintu rimba terdapat aliran air yang jernih dan bersih.
Bagi para pendaki di sarankan mengisi wadah-wadah tempat air minumnya di aliran
sungai yang jernih ini karna tidak ada sumber air yang akan dilewati saat menuju
Puncak Sibuaten.
Pintu Rimba Menuju Sibuaten
Jam
menujukkan pukul 1 siang, Suara aliran air yang yang menenangkan hati, sambutan
nyanyian burung- burung dan serangga
hutan yang ramah mengawali langkah kaki kami memasuki pintu rimba siang itu.
Memasuki pintu rimba ini kita akan disambut oleh terk tanjakan dan sedikit licin,
sebernarnya awal yang baik untuk pemanasan dan melatih otot-otot kaki canda
salah satu kru pandan.
Menelusuri
hutan sibuaten dari pintu rimba menuju shelter I tereknya masih mudah karna
medan yang dilalui masih banyak yang mendatar dan sepanjang perjalanan masih
banyak burung-burung hutan yang sibuk
mencari makan di anatara pepohonan.
Pohon-pohon
yang berdiameter besar dan bervariasi tampak tumbuh menjulang tinggi ketas langit,
bau humus dari dedauana yang membusuk membuat nuansa hutan yang Asri. Sepanjang
perjalanan di anatara pepohonan yang busuk kita juga dapat melihat beragam jamur
yang tumbuh, hal ini membuat perjalanan dari pintu rimba tidak membosankan.
Sesaat Setelah Melewati Pintu Rimba
Setelah
satu jam berjalan, keringat mulai bercucuran, tetesan-tetesan keringat mulai
berlomba-lomba menetes dari wajah kami membasahi baju yang kami pakai, sejenak
kami berhenti sekedar menarik napas dan menyandarkan carrier yang kami bawa. salah satu kru pandan tampak memberikan
semangat sebari menyodorkan air minum.
Kami
tak mau berlama-lama, berlahan kami langkahkan lagi kaki ini, menelusuri
setapak demi setapak hutan sibuaten, setiap langkah kaki kami pacu dengan
semangat untuk dapat sampai di puncak sibuaten. Tak lama berjalan akhirnya
sampai di shelter I. Ada kepuasan tersendiri saat sampai di shelter I ini. Ada
lima shelter lagi yang harus kami lewati dengan jarak antara shelter yang
berbeda-beda dan memiliki trek yang kesulitanya berbeda-beda pula.
Sesaat Setelah Sampai di Shelter I
|
BERPACU DARI SHELTER KE SHELTER?
Memasuki
shelter I menuju shelter II treknya sangat jauh berbeda dengan trek yang
sebelumnya. Pohon-pohon yang tumbuh di sepanjang shelter ini tampak berdiameter
kecil dan pendek, tumbuhan lumut yang tumbuh tampak menutupi pepohonan yang ada. Para pendaki
biasanya menyebutnya dengan Hutan Lumut. Karna sepanjang trek yang dilewati
akan terlihat tumbuhan lumut yang subur di sepanjang jalan.
Tumbuhan Lumut
Tebing
curam dan licin serta berlumpur, akar-akar pepohonan dan pohon-pohon yang tumbang
menutupi jalan menjadi tantangan tersendiri bagi para pendaki, kedua kaki dan
tangan harus seirama saat melangkah, karna saat kaki berpijak tangan juga harus
memegang pepohonan atau akar-akar yang terdapat di sepanjang trek ini untuk
menyimbangkan badan.
Tebing
Curam dan Licin
Serta Berlumpur,
Akar-akar Pepohonan
dan Pohon-pohon yang Tumbang Menutupi
Jalan Menjadi
Tantangan Tersendiri
Bagi Para
Pendaki
Udara
yang lembab dan dingin mengharuskan para pendaki untuk terus berjalan agar suhu
tubuh tetap hangat. Sepanjang perjalan kita juga akan di buat takjud dengan
tumbuhan lumut yang tampak indah dan pemandangan yang luar biasa.
Sesekali
kami berhenti untuk sekedar mengabadikan pemandangan hutan lumut yang sangat
luar biasa, dari shelter ini kita bisa menjumpai tanaman Kantong Semar yang
indah. Tak jarang kantong semar yang tumbuh di antara lumut-lumut membuat kami
berhenti untuk mengabadikan dan sekedar mengamatinya.
Anggerek
hutan juga akan kita jumpai sepanjang perjalanan, setiap langkah yang kami
lewati menyimpan cerita dan ketakjuban
akan kaindahan hutan sibuaten, setelah berjalan sekitar satu setengah
jam akhirnya samapi di shelter II .
Tanaman Agerek Hutan Akan Kita Jumpai Sepanjang
Perjalanan
|
Melewati
shelter II ini sinar matahari tidak tampak lagi, tertutup kabut yang mulai
turun menutupi hutan sibuaten, hujan gerimis menambah udara di hutan lumut ini
semakin dingin, terek yang semakin menanjak dan becek membuat langkah kaki ini
semakin berat. Menurut para pendaki yang sudah pernah ke puncak sibuaten antara
shelter II ke shelter III jaraknya sangat jauh, bagi para pendaki yang sering
ke sibuaten bisanya menghasbiskan waktu dua setengah jam untuk samapi di
Shelter III dengan medan yang bervariasi pula.
Sensai
mendaki yang sebenarnya baru dimulai sesaat melintasi dari shelter II menuju
shelter berikutnya. Medan yang becek dan akar-akar pohon yang tumbuh rapat
diantara trek yang dilalui membuat siapa saja yang melewatinya akan berjuang
melawan rasa letih dan ke egoisan diri.
Tapi
jangan terus menyerah, karna sepanjang perjalanan ada saja pemandangan yang
akan membuat para pendaki jakjud dan tak akan berhenti mendokumentasikan keindahan
hutan lumut tersebut.
Antara
shelter III menuju shelter IV medan yang dilalui di dominan tebing dan tanjakan
yang curam, dengan udara yang semakin dingin. Becek, licin dan pepohonan hutan
tumbuh yang semakin rapat menyulitkan kita untuk bebas bergerak di hutan ini.
Waktu
menunjukkan jam lima sore, tapi di dalam hutan Pandan ini sepertinya sudah jam
delapan malam saja, karna gelap dan berkabut. Tak ada suara burung sore itu,
yang ada hanya suara serangga malam yang berbunyi saling sahut-sahutan. Medan
yang semakin menantang dan membutuhkan tenaga dan setamina yang ekstera untuk
melaluinya.
Dengan
semangat yang megebu-gebu dan tenaga yang sudah banayak terkuras kami terus
melangkahkan kaki ini, sepatu dan sandal gunung yang sedari tadi kami pakai
harus di lepas karna telapaknya tak sanggung menghadang becek, licin dan
akar-akar pohon yang tajam di sepanjang trek ini.
Kantong Semar akan Kita Jumpai di Sepanjang Hutan Lumut |
Udara
yang dingin menusuk diantara jari kaki karna saat menginjak lumpur yang dalam.
sesekali duri rotan yang beserakan di shelter ini bersarang di kaki kami,
langkah terkadang terhenti karna keramahan duri yang menancap di kaki.
Lengkaplah sudah tantangan pendaian malam itu.
Nelly srikandi pandan tampak tertatih-tatih
berjalan membelah kabut hutan sibuaten, terkadang carrier
yang dia bawa diletakanya sambil menarik napas dalam-dalam sekedar mengusir
gerah dan capek yang tak mau pergi. “ mantap treknya, ini baru namanya mendaki,
pokoknya jempol lah untuk sibuaten” teriaknya sambil tersenyum.
Sesudah
berjalan sekitar tiga jam akhirnya sampai juga di shelter IV, di shelter IV ini
tidak ada tempat yang rata untuk duduk sekedar menyandarkan carrier dan mengumpulkan tenaga. Karna
di tempat ini yang ada hanya kubangan humus dan akar-akar pepohonan.
Dari informasi
yang kami dapat katanya dari shelter IV ke shelter V jaraknya lebih pendek
hanya satu jam berjalan kaki katanya.
Tetapi setelah kami lalui malam itu jaraknya sangat jauh, mungkin karna
faktor kelelahan kali ya.
Shelter
V adalah shlter terahir untuk dapat sampai di puncak sibuaten, tanaman yang
tumbuh juga sudah berbeda dengan shelter-shelter sebelumnya. Pohon yang tumbuh
tampak lebih pendek dan bercabang banyak, seperti tanaman bonsai saja.
Untuk
sampai di shelter lima kita akan melewati tanjakan Patah Hati, begitu GEMPARI
memberi nama tanjakan tersebut. Tanjakan ini adalah tantangan terakhir untuk
dapat sampai di shelter V. Tak jarang para pendaki membutuhkan waktu yang lama
untuk dapat menaklukna tanjakan Patah Hati ini.
Tepi
tenang saja walaupun menguras tenaga untuk menaklukkan tanjakan ini, kita juga
kan dapat melihat indahnya lampu-lampu rumah penduduk yang berada di bawah
hutan sibuaten.
Memasuki
shlter V ini di dominasi vegetasi tanaman perdu yang tumbuh rapat. Tak jauh
dari shelter V terdapat arel cam untuk mendirikan tenda. Tanpa beristirahat
lama kami pun langsung mendirikan tenda di areal cam ini dan langsung
menyiapkan menu makan malam untuk mengisi perut yang kosong.
![]() |
Areal Cam dan Tenda Tempat Melepas Lelah |
Ternyata
udara di puncak sibuaten sangat dingin, kaos kaki, baju panas dan Sleeping Bed yang kami pakai tak sanggup
mengusir dingin malam itu. Angin yang
berhembus, kabut yang tebal hujan yang
tak henti turun menambah dinginnya di puncak sibuaten terasa sampai di tulang
sum-sum. Akhirnya mata ini bisa juga dipejamkan sekedar mengumpulkan tenaga
untuk melanjutkan perjalanan besok.
Malam
berganti pagi, mentari pagi itu tak menampakkan diri yang hanya kabut yang menutupi
hutan yang tak mau pergi, burung pun nampanya enggan bernyayi di pagi yang berkabut
itu.
PILAR
SIBUATEN.
Dari
areal cem menuju pilar sibuaten membutuhkan waktu berjalan kaki sekitar 30
menit ke arah barat. Tanpa banyak basa-basi mulai lagi kami langkahkan kaki
untuk menuju ke pilar. Akibat hujan tadi malam genangan air tampak di mana-mana
sepanjang perjalanan tapi kita masih tetap semangat.
![]() |
Tenda Tempat Melepas Lelah
Katanya
kalau ke Puncak Sibuaten kalau belum foto di Pilar belum lengkap katanya.
Sekitar 20 menit berjalan kami sampai di hutan perdu, dari sana tampak gunung
Sinabung menyapa pagi dengan asap hitam pekat dari puncaknya, perumahan
relokasi korban sinabung juga tampak dari atas. Dari sini layaknya gardu
pandang, sejauh mata melihat tidak ada yang menghalangi. Kota Kabanjahe, dan
desa-desa di sekitarnya tampak dari atas. Di sebelah barat dari hutan perdu ini
kita bisa melihat kota sidikalang dan perkebunan penduduk Kab. Dairi dengan
jelas
![]() |
Pemandangan Dari Atas Puncak Sibuaten
Setelah
mendokumentasikan pemandangan dari puncak ini kami pun melanjutkan perjalanan
menuju pilar. Tak lama setelah berjalan akhirnya samapai di Pilar Sibuaten.
Sebenarnya pilar ini terbuat dari semen berbentuk kubus dengan tinggi kurang
lebih satu setengah meter. Di salah satu sisi pilar ada tulisan “SEC TRIANO NO . 191”.
![]() |
Pilar Sibuaten
Tak
henti-henti kami berfoto di pilar tersebut, setelah puas berfoto kami pun
putuskan untuk kembali ke tenda untuk mempersiapkan menu sarapan pagi, setelah
selesai menyiapkan menu sarapan pagi dan mengisi perut pagi itu kami pun tak
berlama-lama di Puncak Sibuaten.
![]() |
Mempersiapkan Menu Sarapan Pagi
![]() |
Menu Sarapan Pagi |
Satu-persatu
mulai kami susun untuk bersiap-siap kembali turun membelah hutan sibuaten.
Pengalaman yang luar biasa bisa sampai di puncak sibuaten dan melihat indahnya
ciptaan tuhan dari puncak sibuaten ini.
Catatan :
Kisaran Biaya
yang dibutuhkan Menuju Puncak Sibuaten.
1. Dari Medan
menuju Kota Kabanjahe (Bus SUTRA, Sinabung Jaya, Borneo)
Rp. 13.000/orang
2. Dari kabanjahe
menuju Desa Nagalingga (Angkot Bintang Karo, berwarna Putih) Rp. 10.000/orang
3. Retribusi Rp.
10.000/orang
0 comments:
Post a Comment